Kamis, 17 Maret 2016

Permendikbud No. 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling

Layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah kini telah memperoleh dasar legalitas yuridis-formal yang lebih kokoh, yakni dengan hadirnya Permendikbud No. 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan per tanggal 8 Oktober 2014.
Permendikbud ini menjadi rujukan penting, khususnya bagi para Guru BK/Konselor dalam menyelenggarakan dan mengadministrasikan layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah.secara resmi mulai diterapkannya pola Bimbingan dan Konseling Komprehensif, sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 6 ayat 1 yang menyebutkan bahwa: “Komponen layanan Bimbingan dan Konseling memiliki 4 (empat) program yang mencakup: (a) layanan dasar; (b) layanan peminatan dan perencanaan individual; (c) layanan responsif; dan (d) layanan dukungan sistem”.

Ada beberapa catatan mengenai terbitnya Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 dari Prof. Prayitno sebagai Pakar Bimbingan dan Konseling sekaligus sebagai Pembina ABKIN. Catatan itu antara lain sbb:

Pasal 13: Materi Permen tentang BK yang lama tetap berlaku, asal tidak bertentangan dengan Permen no. 111/2014. Dalam hal ini materi Permen 81A/2013 lebih rinci dan jelas, serta tidak bertentangan.
Pasal 1 ayat 3: Konselor adalah S1 BK + PPK (Permendikbud No. 27/2008). Dalam hal ini:

Lulusan PPGBK tidak dapat disebut/diberi gelar Konselor karena bukan S1 BK + PPK, apalagi kalau dosen-dosennya belum berkualifikasi konselor.
Di LPTK yang sudah menyelenggarakan PPK, PPGBK digabung dalam PPK, agar tidak ada dualisme kelembagaan dalam penyelenggara pendidikan profesi dalam bidang BK.

Pasal 3: Tujuan BK : ……………. kemandirian ………. Perlu dilengkapi dengan pengendalian diri.
Pasal 6 ayat 1: Program layanan

Materi ayat ini bukan program layanan, tetapi arah layanan.
Perencanaan individual rancu dengan bidang layanan pribadi dan jenis layanan konseling perorangan.
Semua layanan BK bersifat responsif, bukan sekedar mengada – ada sehingga istilah layanan responsif untuk arah atau jenis layanan tertentu tidaklah tepat.
Layanan dukungan sistembukan program layanan atau jenis layanan BK, melainkan manajemen BK. Tidak dicampurkan ; tidak disatu kelompokkan dalam unit program pelayanan, tetapi dipisahkan sebagai unit tersendiri bernama Dukungan Sistem.

Pasal 6 ayat 3: Program BK di satuan pendidikan tidak berhenti pada program tahunan danprogram semesteran, melainkan sampai dengan program bulanan, mingguan dan harian. Program harian (dalam bentuk RPL-BK) merupakan ujung tombak pelaksanaan secara nyata pelayanan BK.
Pasal 11 ayat 2: rancu. apakah pernyataan itu berarti : “calon yang akan diangkat menjadi Guru BK atau Konselor haruslah memenuhi persyaratan ……”?
Tema/subtema materi pelayanan BK: sudah disusun (dan dilengkapi dengan volumemasing-masing tema/sub tema untuk pertingkatan kelas dalam satuan pendidikan SLTP/SLTA.
Lampiran : Nomor IV

A . 3 tentang Konselor : sama dengan di atas
3 tentang Guru BK : bagus, ada kemajuan; untuk jadi Guru BK harus berlatar belakang bidang BK.
1. b tentang Perencanaan Individual : sda.
1. c tentang Layanan Responsif : sda.
D. 1.d tentang Dukungan Sistem : sda; hal ini tidak dirancukan

dengan program/jenis layanan, melainkan diletakkan dalam unit tersendiri sebagai Dukungan Sistem, dalam arti manajemen untuk suksesnya pelayanan BK.

4. a. 1)Layanan BK di dalam kelas : oke.
4. a. 2)Layanan BK di luar kelas : dirancukan antara layanan BK dan dukungan

sistem/manajemen.

Tentang : Keterangan (halaman. 26)

Istilah “150 – 160 peserta didik ekuivalen 24 jam pembelajaran” dapat menimbulkan salah tafsir; sepertinya kalau sudah memiliki daftar 150 – 160 peserta didik yang menjadi subjek ampuan BK, otomatis itu sama dengan berkinerja 24 jam pembelajaran (jp) perminggu, padahal belum tentu atau bahkan tidak melaksanakan pelayanan apapun terhadap keseluruhan subjek ampuan itu.
Yang benar adalah : Konselor atau guru BK mengampu pelayanan BK terhadap 150 – 160 peserta didik dan wajib menyelenggarakan pelayanan BK terhadap segenap peserta didik yang menjadi subjek ampuannya itu, melalui pelayanan format klasikal dan nonklasikal.
Yang perlu ditetapkan, antara lain :

Konselor atau guru BK yang dinyatakan sebagai Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah,Koordinator BK, Wali Kelas diberi penghargaan berupa keringanan mengampu pelayanan BK dalam jumlah peserta didik tertentu yang ekuivalen dengan jumlah jp perminggu, misalnya dikurangi sebanyak :

Kepala Sekolah : 75 – 80 org = 12 jp (tinggal 75 – 80 org = 12 jp)
Wakil Kepala Sekolah : 40 – 50 org = 6 jp (tinggal 110 – 120 org = 18 jp)
Koordinator BK : 40 – 50 org = 6 jp (tinggal 110 – 120 org = 18 jp)
Wali Kelas : 20 – 30 org = 2 jp (tinggal 130 – 140 org = 22 jp)

Terhadap subjek ampuannya itu Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Koordinator BK, Wali Kelas itu wajib melaksanakan pelayanan BK terhadap semua subjek peserta didik yang diampunya itu, melalui pelayanan klasikal dan nonklasikal sampai dengan terpenuhinya kinerja wajib pelayanan BK sebesar 24 jp perminggu. ( Prayitno )

sumber :http://konselordrsuko.com

0 komentar:

Posting Komentar