Minggu, 20 Maret 2016

PENGEMBANGAN PROGRAM BK

Sebagai  layanan yang profesional maka layanan Bimbingan dan Konseling saat ini harus memperhatikan kebutuhan siswa. William J. Kolarik (Nurihsan, 2006: 55) mengungkapkan bahwa kualitas mutu layanan bimbingan akan mendapatkan pengakuan jika layanan Bimbingan dan Konseling mampu memenuhi apa yang diharapkan oleh para konseli. Secara lebih rinci Goetsch& Davis (Nurihsan, 2006: 55) mengungkapkan bahwa mutu layanan bimbingan dan konseling merujuk pada proses dan produk layanan bimbingan dan konseling yang mampu memenuhi harapan siswa, masyarakat, serta pemerintah.

Suatu program bimbingan dan konseling yang baik biasanya mengikuti suatu pola perencanaan tertentu, dan dapat melihat kondisi-kondisi yang akan dihadapi, serta sanggup menghadapi perubahan-perubahan. Program disusun bersama oleh personil bimbingan dan konseling dengan memperhatikan kebutuhan siswa, mendukung kebutuhan pendidik untuk memfasilitasi pelayanan perkembangan siswa secara optimal dalam pembelajaran dan mendukung pencapaian tujuan, misi dan visi sekolah. Program yang telah disusun disampaikan pada semua pendidik di sekolah pada rapat dinas agar terkembang jejaring layanan yang optimal.
Rochman Natawidjaya (Ipah Saripah, 2006:66) mengemukakan bahwa Program Bimbingan dan Konseling yang baik adalah yang efektif dan efisien dengan ciri-ciri sebagai berikut.
a)    Program itu disusun dan dikembangkan berdasarkan kebutuhan nyata dari para siswa 
      yang bersangkutan.
b)    Kegiatan bimbingan disusun menurut skala prioritas yang juga ditentukan berdasarkan
      kebutuhan siswa dan kemampuan petugas.
c)    Program dikembangkan berangsur-angsur dengan melibatkan semua tenaga pendidikan 
     dalam merencanakannya.
d)   Program memiliki tujuan yang ideal, tetapi realistis dalam pelaksanaannya.
e)   Program mencerminkan komunikasi yang berkesinambungan di antara semua anggota dan 
     staf pelaksananya.
f)     Menyediakan fasilitas yang diperlukan.
g)  Penyusunan disesuaikan dengan program pendidikan di lingkungan yang bersangkutan.
h)  Memberikan kemungkinan pelayanan kepada semua siswa yang bersangkutan.
i)    Memperlihatkan peranan yang penting dalam menghubungkan dan memadukan sekolah
    dan masyarakat.
j)     Berlangsung sejalan dengan proses penilaian diri, baik mengenai program itu sendiri 
     maupun kemajuan dari siswa yang dibimbing, serta mengenai kemajuan pengetahuan, 
     keterampilan dan sikap para petugas pelaksananya.
k)    Program itu menjamin keseimbangan dan kesinambungan pelayanan bimbingan dalam 
     hal 1) pelayanan kelompok dan individual; 2) pelayanan yang diberikan oleh petugas
     bimbingan; 3) penggunaan alat pengukur yang obyektif dan subyektif; 4) penela’ahan 
     tentang siswa dan pemberian bimbingan; 5) pelayanan diberikan dalam berbagai jenis
     bimbingan; 6) pemberian bimbingan umum dan khusus; 7) pemberian bimbingan 
     tentang berbagai program sekolah ; 8) penggunaan sumber-sumber di dalam dan 
     di luar sekolah; 9) kesempatan untuk berpikir, merasakan, dan berbuat; 
    10) kebutuhan individu dan kebutuhan masyarakat.


Langkah-langkah Penyusunan Program Bimbingan dan Konseling
Fase dalam pengembangan program bimbingan dan konseling disekolah, menurut Gysbers dan Henderson (Muro & Kottman, 1995: 55-61) ada empat fase, yaitu: perencanaan (planning), perancangan (designing), penerapan (implementing), dan evaluasi (evaluating).
1.     Perencanaan ( Planning )
Proses perencanaan Program Bimbingan dan Konseling seharusnya dilakukan secara terbuka, dalam arti bukan hanya melibatkan personil Bimbinganm dan Konseling saja, akan tetapi juga melibatkan orang-orang yang memiliki peran penting dalam pengambilan kebijakan.
Gysbers & Henderson (Muro & Kottman, 1995:56) mengemukakan langkah pertama yang harus dilakukan oleh konselor dalam perencanaan program BK adalah membentuk komite yang representatif. Komite ini selanjutnya disebut dengan komite bimbingan dan konseling. Tugas dari komite ini adalah merancang (planning), mendisain ( designing ), mengimplementasikan ( implementing ), dan mengevaluasi (evaluation) program BK yang akan dilaksanakan. Komite ini terdiri dari orang tua, guru, pakar bimbingan, dan tentunya konselor sebagai pengatur dan konsultan komite.
Tugas selanjutnya dari komite ini adalah menetapkan dasar penetapan program. Mendefinisikan program secara operasional yang terdiri dari : (1) identifikasi target populasi layanan (siswa, orang tua, guru), (2) isi pokok program (tujuan dan ruang lingkup program), (3) organisasi program layanan (pengorganisasian layanan bimbingan).
Ahmad Juntika Nurihsan (2005:40) memberikan gambaran mengenai kegiatan yang dilakukan dalam proses perencanaan, diantaranya : (1) analisis kebutuhan dan permasalahan siswa; (2) penentuan tujuan program layanan bimbingan yang hendak dicapai; (3) analisis situasi dan kondisi di sekolah, (4) penentuan jenis-jenis kegiatan yang akan dilakukan; (5) penetapan metode dan teknik yang digunakan dalam kegiatan; (6) penetapan personel-personel yang akan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan; (7) persiapan fasilitas dan biaya pelaksanaan kegiatan-kegiatan bimbingan yang direncanakan; (8) perkiraan tentang hambatan-hambatan yang akan ditemui dan usaha apa yang akan dilakukan dalam mengatasinya.
2.     Perancangan (Desaigning)
Sebagai arahan dalam mendisasin program bimbingan dan konseling komprehensif Gysbers & Handerson mengembangkan tujuh tahap untuk mewujudkan disain program BK sebagai berikut :
·         memilih struktur dasar program;
·         merancang komptensi siswa;
·         menegaskan kembali dukungan kebijakan;
·         menetapkan parameter untuk alokasi sumber daya;
·         menetapkan hasil yang akan dicapai oleh siswa;
·         menetapkan aktivitas secara spesifik yang sesuai dengan komponen program;
·         mendistribusikan pedoman pelaksanaan program;
3.     Penerapan ( Implementing )
Setelah melalui proses perencanaan dan disain yang baik, tahap berikutnya adalah tahap implementasi. Dalam menerapkan program, konselor sebaiknya perlu memiliki kesiapan untuk melaksanakan setiap kegiatan yang telah dirancang sebelumnya.  sehingga terdapat kesesuaian antara program yang telah dirancang dengan pelaksanaan di lapangan dan program terlaksana dengan baik.
Proses implementasi sejumlah kegiatan dari keseluruhan program harus didasarkan skala prioritas yang didapatkan dari hasil analisis kebutuhan. Selain itu penerapan program bimbingan dan konseling yang telah dirancang dengan baik, seyogianya diset dalam alokasi waktu satu tahun ajaran. Muro & Kottman (1995:60) mengemukakan “ implementation of a program works best when plans are developed for an entire school year. It will be helpful if the overall plan is broken down into monthly and weekly segments that direct the delivery of the guidance program as well as specialized counseling service”.
4.     Evaluasi.
Evaluasi menjadi umpan balik secara berkesinambungan bagi semua tahap pelaksanaan program. Evaluasi ini bertujuan untuk memperoleh data yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan, baik untuk perbaikan maupun pengembangan program di masa yang akan datang.  Evaluasi juga dimaksudkan untuk menguji keberhasilan atau pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. 
Tolley & Rowland (Ipah Saripah, 2006:70) mengemukakan bahwa evaluasi terhadap efektivitas program bimbingan dan konseling dapat dilihat dari tiga indikator, yakni proses, hasil jangka menengah, dan hasil akhir. Evaluasi mempunyai fungsi untuk menentukan layak tidaknya suatu program. Evaluasi adalah proses penilaian dengan jalan membandingkan antara tujuan  yang diharapkan dengan kemajuan prestasi yang dicapai.  Pada dasarnya evaluasi program merujuk pada seluruh aspek perencanaan yang telah dilakukan. Alur proses evaluasi dapat dilihat pada bagan 1.2 di bawah ini.
Bagan 2.1
Alur Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling



Evaluasi dan tindak lanjut merupakan kegiatan yang dilaksanakan beriringan pada saat inventarisasi kebutuhan dan pengembangan disain program (pra program), implementasi program (proses program) dan sesudah implementasi program (hasil program). Tujuannya adalah untuk menentukan keputusan terhadap kualitas pra program, proses program dan hasil program sehingga dapat ditentukan langkah tindak lanjut yang dibutuhkan untuk pengembangan program selanjutnya.
1)      Teknik Evaluasi
      Evaluasi diselenggarakan menggunakan teknik non-tes.
2)      Bentuk Evaluasi
      a.       Angket keterserapan program bimbingan dan konseling
      b.      Format catatan (anekdot) kegiatan bimbingan dan konseling
      c.       Instrumen pelengkap dalam setiap sesi bimbingan dan konseling sesuai materi
Implikasi Dalam Praktik Bimbingan dan Konseling
Program bimbingan dan konseling dalam praktiknya di sekolah merupakan guide line dan  frame of work yang menjadi gambaran praktik profesional layanan bimbingan dan konseling, oleh karena itu pengembangan program bimbingan bukan lagi sebagai ritual administratif yang sangat senjang antara program yang dikembangkan dengan pelaksanaannya.
Program bimbingan harus dikembangkan sebagai bentuk pengakomodaasian kebutuhan siswa dan sebagai sarana pencapaian tujuan pendidikan yaitu tercapainya perkembangan siswa yang optimal yang bisa diukur dan dilihat dalam berbagai indikator yang jelas.

PENGEMBANGAN MATERI BK MELALUI MEDIA BIMBINGAN DAN KONSELING

Memberikan layanan bimbingan dan konseling menjadi menarik dan bermakna bagi peserta didik adalah tugas seorang guru BK pada saat memberikan materi layanan di kelas / klasikal. Materi layanan yang di sampaikan merupakan bagian penting dalam pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Melalui pengembangan materi Guru Bimbingan dan Konseling akan lebih mudah dalam memberikan layanan Bimbingan dan Konseling yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Materi Bimbingan dan Konseling sebagai pedoman bagi Guru Bimbingan dan Konseling dalam mengarahkan aktivitas peserta didik dalam proses pemberian layanan, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dimiliki peserta didik.Untuk mempersiapkan materi layanan perlu adannya bahan bimbingan yang digunakan untuk membantu guru Bimbingan dan Konseling atau pihak lain dalam melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah. Bahan bimbingan yang dimaksud adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan /suasana yang memungkinkan guru Bimbingan dan Konseling untuk membantu peserta didik. Penyampaian materi ini dapat melalui cara-cara biasa seperti berbicara kepada siswa, atau melalui perantara yang disebut sebagai media.
 Media pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang fikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa (Arief Sadiman dkk, 2002). Sebagai alat bantu dalam kegiatan layanan bimbingan dan konseling, maka media bimbingan ini akan disesuaikan dengan karakteristik masing-masing materi bimbingan dan konseling yang akan disajikan juga memperhatikan karakteristik siswa.  
 
JENIS BAHAN PENGEMBANGAN MATERI
A. BAHAN TERTULIS
  1. Hand-out
  2. Buku
  3. Modul
  4. Lembar Siswa
  5. Brosur
  6. Leaflet
1. HANDOUT
  • Pernyataan yang telah disiapkan oleh guru BK.
  • Bahan bimbingan tertulis yang disiapkan oleh guru BK untuk memperkaya pengetahuan peserta didik.
  • Biasanya diambil dari beberapa literatur yang memiliki relevansi dengan materi yang diberikan
2. BUKU
  • Bahan bimbingan tertulis yang menyajikan ilmu pengetahuan buah pikir pengarangnya.
  • Sejumlah lembaran kertas baik cetakan maupun yang dijilid dan diberi kulit.
  • Ditulis dengan bahasa yang benar dan mudah dimengerti, disajikan secara menarik dilengkapi dengan gambar dan keterangan-keterangannya.
3. MODUL
  • Sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat secara mandiri tanpa/dengan bimbingan guru BK.
  • Modul akan bermakna kalau peserta didik dapat dengan mudah menggunakannya.
  • Memungkinkan peserta didik yang memiliki ketekunan dan kecepatan tinggi akan lebih cepat memahami modul yang diberikan.
  • Disajikan dengan menggunakan bahasa yang baik, menarik dan dilengkapi dengan ilustrasi.
4. LEMBAR SISWA
  • Lembaran-lembaran berisi tugas atau kegiatan yang harus dilakukan peserta didik.
  • Tugas teoritis: membaca artikel, meresume, dan mempresentasikan/ditanggapi.
  • Tugas praktis: survey, wawancara, observasi
5. BROSUR
  • Bahan informasi tertulis mengenai suatu masalah yang disusun secara bersistem atau cetakan yang hanya terdiri atas beberapa halaman dan lipatan tanpa dijilid.
  • Selebaran cetakan yang berisi keterangan singkat tetapi lengkap tentang perusahaan atau organisasi.
6. LEAFLET
  • Bahan bimbingan cetak tertulis berupa lembaran yang dilipat tapi tidak dimatikan/dijahid.
  • Didesain secara cermat dilengkapi dengan ilustrasi dan menggunakan bahasa yang sederhana, singkat, serta mudah dipahami.
B. BAHAN TIDAK TERTULIS
  1. Wallchart
  2. Foto/gambar
  3. Model/maket
  4. Video/film
  5. Orang/nara sumber
  6. Lingkungan
1. WALLCHART
  • Bahan bimbingan cetak, biasanya berupa bagan siklus/proses atau grafik yang bermakna untuk menunjukkan posisi tertentu.
  • Didesain dengan tata warna dan pengaturan proporsi yang baik
2. FOTO/GAMBAR
  • Hendaknya dirancang dengan baik agar setelah melihat sebuah atau serangkaian foto/gambar siswa dapat melakukan sesuatu yang pada akhirnya mampu mengambil sebuah hikmah dalam rangka pengambilan keputusan.
  • Melihat sebuah foto/gambar lebih bermakna dari pada membaca atau mendengar.
  • Didesain secara baik.
3. MODEL/MAKET
  • Didesain secara baik agar memberikan makna yang hampir sama dengan model aslinya.
  • Ukuran 1 : 1 atau ukuran yang lebih kecil.
  • Lebih baik kalau dilengkapi dengan bahan tulisan agar mudah memudahkan guru pembimbing maupun siswa dalam proses bimbingan.
4. VIDEO/FILM
  • Umumnya dibuat dalam rancangan skenario lengkap, sehingga setiap akhir penayangan video siswa mengambil manfaat dari tayangan tersebut.
  • Siswa dapat belajar sendiri
  • Dapat diulang-ulang
  • Menampilkan sesuatu yang detail dari benda yang bergerak, komplek yang sulit dilihat mata.
  • Dapat dipercepat maupun diperlambat, dapat diperbesar.
  • Digunakan sebagai tampilan nyata.
6. ALAT BANTU INTERAKTIF
  • Kombinasi dari 2 atau lebih media yang oleh penggunanya dimanipulasi untuk mengendalikan perintah dan atau perilaku alami dari suatu presentasi.
  • Dirancang secara lengkap mulai dari petunjuk penggunaan dan penilaiannya.
  • Utuk menyiapkan didukung pengetahuan dan keterampilan yang memadai.
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh melalui penggunaan media itu sendiri (Latuheru, 1988) antara lain :
  1. Dapat membuat proses belajar mengajar menjadi lebih menarik dan lebih interaktif karena penggunaan media dapat meningkatkan rasa ingin tahu, sikap positif dan motivasi belajar siswa.
  2. Dapat mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera karena rumit dapat digunakan untuk memanipulasi objek dan pariwisata antara lain :
  •  Obyek yang berbahaya, yang terlalu besar, terlalu kecil, terlalu rumit, dapat dipelajari melalui gambar atau model dengan memperkecil yang berukuran besar, menyederhanakanyang rumit atau mengatur gerakan yang terlalu cepat atau terlalu lambat.
  • Peristiwa dan prosedur yang perlu diamati secara berulang-ulang dalam mempelajarinya dapat direkam, difoto, dan ditampilkan kembali melalui rekaman.
  • Dapat memperjelas, menyeragamkan dan mengefesienkan penyajian materi pembelajaran dengan dapatnya media disiapkan terlebih dahulu, banyak hal yang dapat dipertimbangkan dan dilakukan untuk membuat penyajian materi pembelajaran lebih jelas, lebih sistematis dan lebih efesien.
Manfaat lain yang dapat diperoleh dengan penggunaan media pembelajaran adalah :

a. Menigkatkan produktifitas pendidikan
b. Memungkinkan terlaksananya pembelajaran yang sifatnya lebih individual
c. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran
d. Lebih memantapkan pembelajaran dengan menggunakan berbagai jenis media yang dapat menyajikan informasi atau materi pembelajaran secara lebih kongkrit
e. Memungkinkan belajar secara seketika, karena dengan media dapat memberikan pengalaman langsung bagi seseorang tanpa harus terikat atau tergantung pada satu
f. Memungkinkan penyajian untuk jangkauan lebih luas, pengkajian untuk objek atau peristiwa penyajian untuk sesuatu yang sulit dijangkau oleh indera kita, hal ini dilakukan melalui penggunaan media elektronika dan media massa.
 
 Sedangkan Sudjana, dkk. (2002:2) menyatakan tentang tujuan pemanfaatan media adalah :
a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi
b. Bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami
c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, dan
d. Siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar.
Menurut Erlinna tahun 2013 langkah-langkah pemanfaatan media adalah sebagai berikut:
1. Persiapan sebelum menggunakan media 
  • Mempelajari petunjuk penggunaan media yang akan digunakan atau mungkin diperlukan buku-buku khusus tentang cara penggunaan media yang akan digunakan tersebut, terutama bila dibutuhkan perangkat keras seperti berbagai jenis pesawat proyektor (media elektronik). Periksalah voltase alat untuk disesuaikan dengan listrik setempat sebelum menghidupkan alat . Setelah itu , ikuti pentunjuk-petunjuk khusus tiap alat. Misalnya OHP ada petunjuk khusus penempatan layer, pemakaian pesawat yang menghemat lampu OHP , cara meletakkan alat , tempat berdiri guru, dll.
  • Semua peralatan yang akan digunakan perlu disiapkan sebelumnya, sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran tidak akan terganggu oleh hal-hal yang bersifat teknis. Perhatikan pengaturan ruang maupun pebelajar , bila media akan digunakan secara kelompok, penempatan media diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan semua pebelajar untuk mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik. 
2. Pelaksanaan penggunaan media
 Pada saat kegiatan belajar dengan menggunakan media berlangsung, hendaknya dijaga agar suasana tetap terjaga . Keadaan tenang tidak berarti pebelajar harus duduk diam , yang penting perhatian pebelajar tetap terjaga.
Bila hendak menggunakan pesawat proyektor yang memerlukan kegelapan ruang , usahakan agar siswa masih dapat menulis , sehingga masih mungkin membuat catatan yang perlu . Misalnya dalam proses pembelajaran pengajar masih perlu menambahkan penjelasan yang harus ditulis dipapan tulis atau di transparansi , usahakan agar siswa tidak terhalang oleh posisi berdiri pengajar. 

3. Evaluasi 
Tahap ini merupakan tahap penyajian apakah tujuan pembelajaran telah tercapai, selain untuk memantapkan pemahaman materi yang disampaikan melalui media. Untuk itu perlu disediakan tes yang harus dikerjakan oleh pebelajar sebagai umpan balik . Kalau ternyata tujuan belum tercapai, maka pengajar perlu mengulangi sajian program media tersebut 

4. Tindak lanjut 
Dari umpan balik yang diperoleh , pengajar dapat meminta siswa untuk memperdalam sajian dengan berbagai cara , misalnya : diskusi tentang hasil tes , mempelajari referensi dan membuat rangkuman , melakukan suatu percobaan , observasi dll.

KEPUSTAKAAN
Arief S. Sadiman, dkk. 2002. Media Pendidikan : Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta : RajaGrafindo Persada.
Erlinna. 2013. langkah-langkah pemanfaatan media (online). https://erlinna.wordpress.com/pengetahuan/101-2/. Diakses 23 Maret 2015.
John D. Latuheru . 1988. Media pembelajaran dalam proses belajar-mengajar masa kini. Jakarta: P2LPK.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Modul implementasi program BK dalam kurikulum 2013.
Muhammad Rohman dan Sofan Amri . 2013. Strategi dan Desain Pengembangan Sistem Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Minto tulus. 2015 (online) https://mintotulus.wordpress.com/
Wina Sanjaya. 2011. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Wina Sanjaya. 2012. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
 

Jumat, 18 Maret 2016

Pengembangan Assesment

              Assesmen merupakan salah satu kegiatan  pengukuran.  Ada beberapa definisi dari para ahli tentang Assesment:
  1.  Menurut Robert M Smith : Asessment adalah suatu proses penilaian yang komprehensif guna mengetahui kekuatan dan kelemahan seseorang.
  2. Menurut James A. Mc. Lounghlin dan Rena B Lewis : Assessment adalah suatu proses sistematik dalam mengumpulkan data seseorang yang berfungsi untuk melihat kesulitan dan kemampuan yang dihadapinya, sebagai bahan untuk menentukan sebenarnya apa yang dibutuhkannya.
  3. Menurut Bomstein dan Kazdin : Assessment adalah kegiatan mengidentifikasi masalah, menyeleksi target intervensi, memilih/mendesain program treatmen, mengukur dampak treatmen yang diberikan, serta mengevaluasi hasil-hasil umum & ketepatan terapi.
  4.  Menurut Lidz : Assessment adalah suatu proses pengumpulan informasi guna mendapatkan profil psikologis seseorang, yang meliputi kelebihan & kekurangannya, gejala & intensitasnya, kendala-kendala yang dialaminya, serta peran penting yang dibutuhkannya.
  5. Menurut Sundberg : Assessment adalah suatu proses mengevaluasi dan memahami tindakan, perasaan, dan proses berpikir seseorang.
  6. Menurut Overton dan Terry : Assessment adalah suatu proses pengumpulan informasi yang dilakukan untuk memantau atau memonitor kemajuan seseorang.
 Dalam konteks bimbingan konseling, asesmen yaitu mengukur suatu proses konseling yang harus dilakukan konselor  sebelum, selama, dan setelah konseling tersebut dilaksanakan/ berlangsung (Ratna Widiastuti, 2010). Asesmen merupakan salah satu bagian terpenting dalam seluruh kegiatan yang ada dalam konseling . Karena itulah asesmen dalam bimbingan dan konseling merupakan bagian yang terintegral dengan proses terapi maupun semua kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri. Asesmen dilakukan untuk menggali dinamika  dan faktor penentu yang mendasari munculnya masalah. Hal ini sesuai dengan tujuan asesmen dalam bimbingan dan konseling, yaitu mengumpulkan informasi yang memungkinkan bagi konselor untuk menentukan masalah dan memahami latar belakang serta situasi yang ada pada masalah konseli. Asesmen yang dilakukan sebelum, selama dan setelah konseling berlangsung dapat memberi informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi konseli. Dalam prakteknya, asesmen dapat digunakan sebagai alat untuk menilai keberhasilan sebuah konseling, namun juga dapat digunakan sebagai sebuah terapi untuk menyelesaikan masalah konseli. 
Hood & Johnson (1993) menjelaskan ruang lingkup dalam asesmen (assesment need areas) dalam bimbingan dan konseling ada lima, yaitu:
  1.      Systems assessment, yaitu asesmen yang dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai  status dari suatu sistem, yang membedakan antara apa ini (what is it) dengan apa yang  diinginkan (what is desired) sesuai dengan kebutuhan dan hasil konseling; serta tujuan yang sudah dituliskan/ ditetapkan atau outcome yang diharapkan dalam konseling.
  2.     Program planning, yaitu perencanaan program untuk memperoleh informasi-informasi yang dapat digunakan untuk membuat keputusan dan untuk menyeleksi bagian–bagian program yang efektif dalam pertemuan-pertemuan antara konselor dengan klien; untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus pada tahap pertama. Di sinilah muncul fungsi evaluator dalam asesmen, yang memberikan informasi-informasi  nyata  yang potensial. Hal inilah yang kemudian membuat asesmen menjadi efektif, yang dapat membuat klien mampu  membedakan  latihan yang dilakukan pada saat konseling dan penerapannya di kehidupan nyata dimana klien harus membuat suatu keputusan, atau memilih alternatif-altenatif yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalahnya.
  3.      Program Implementation, yaitu bagaimana asesmen dilakukan untuk menilai pelaksanaan program dengan memberikan informasi-informasi nyata; yang menjadikan program-program tersebut dapat dinilai apakah sesuai dengan pedoman.
  4.      Program Improvement, dimana asesmen dapat digunakan dalam dalam perbaikan program, yaitu yang berkenaan dengan: (a) evaluasi terhadap informasi-informasi yang nyata, (b) tujuan yang akan dicapai dalam program, (c)  program-progam yang berhasil, dan (d) informasi-informasi yang mempengaruhi proses pelaksanaan program-program yang lain. 
  5.      Program certification, yang merupakan akhir kegiatan. Menurut Center for the Study of Evaluation (CSE), program sertifikasi adalah suatu evaluasi sumatif, hal ini memberikan makna bahwa pada akhir kegiatan akan  dilakukan evaluasi akhir  sebagai dasar untuk memberikan sertifikasi kepada konseli. Dalam hal ini evaluator berfungsi  pemberi informasi mengenai hasil evaluasi yang akan digunakan  sebagai dasar untuk mengambil keputusan.
Menurut Hackney dan Cormier yang mengambil tulisan Seligman, ada 12 tujuan assessment, yaitu:
1.       Melancarkan proses pengumpulan informasi.
2.       Memungkinkan konselor membuat diagnosis yang tepat.
3.       Mengembangkan rencana tindakan yang efektif.
4.       Menentukan tepat atau tidaknya klien menjalani rencana tertentu.
5.       Menyederhanakan pencapaian sasaran dan pengukuran kemajuan.
6.       Meningkatkan wawasan insight mengenai dari klien.
7.       Mampu menilai lingkungan.
8.       Meningkatkan proses konseling dan diskusi yang lebihh terfokus dan relevan.
9.       Mengindikasikan kemungkinan peristiwa tertentu akan terjdi.
10.   Meningkatkan minat, kemampuan, dan dimensi kepribadian.
11.   Menghasilkan pilihan-pilihan.
                                       12.   Menfasilitasi perencaan dan pembuatan keputusan 
 
Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan asesmen:
  •      Perencanaan : Aspek yang harus ada dalam perencanaan asesmen adalah: a) Memilih fokus asesmen pada aspek tertentu dari diri konseli ; Salah satu penentu keberhasilan konseling adalah kemauan dan kemampuan Konseli itu sendiri. Dalam konseling, keputusan akhir untuk pemecahan masalah yang dihadapi ada pada diri Konseli. Konselor/ guru BK bukan pemberi nasihat, bukan pengambil keputusan mengenai apa yang harus dilakukan  Konseli dalam memecahkan masalah yang dihadapinya .b) Memilih instrumen   yang akan digunakan ; Banyak instrumen yang dapat digunakan dalam asesmen seperti tes psikologis, observasi, inventori, dan sebagainya. Tetapi untuk menentukan instrumen sangat  tergantung pada aspek apa yang akan diasesmen. Misalnya konselor akan melihat kerjasama konseli dalam konseling, maka instrumen dapat menggunakan checklist, tetapi apabila konselor memfokuskan  asesmen tentang kemampuan konseli dalam memecahkan masalah, maka konselor dapat  mempergunakan tes psikologis. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih instrumen dalam asesmen diantaranya yaitu: kemampuan guru BK sendiri, kewenangan guru BK (baik dalam mengadministrasikan maupun dalam interpretasi hasilnya), ketersediaan instrumen,  waktu yang tersedia, dan dana yang tersedia. c)Penetapan waktu ; Penetapan waktu ini sangat erat berhubungan dengan persiapan pelaksanaan asesmen. Persiapan akan banyak menentukan keberhasilan suatu asesmen, misalnya mempersiapkan  instrumen, tempat, dan peralatan lain yang diperlukan dalam pelaksanaan asesmen. Apalagi jika pelaksana asesmen tersebut bukan guru BK itu sendiri, misalnya karena instrumen yang digunakan untuk asesmen adalah tes psikologis (tes intelegensi, inventori kepribadian, tes minat jabatan, dan sebagainya). Dalam hal ini apabila guru BK tidak memiliki kewenangan, maka guru BK dapat  minta bantuan orang yang memiliki kewenangan, misalnya psikolog atau orang yang telah memiliki sertifikasi yang memberikan kewenangan untuk mengadministrasikan tes dimaksud. d) Validitas dan reliabilitas ; Apabila instrumen yang kita gunakan adalah buatan sendiri atau dikembangkan sendiri, maka instrumen itu  perlu diuji validitas dan reliabilitasnya. Karena validitas dan reliabilitas merupakan suatu syarat mutlak  suatu instrumen asesmen.  Namun apabila kita menggunakan instrumen yang sudah terstandar, Anda tidak perlu mencari validitas dan reliabilitas karena instrumen tersebut sudah jelas  memenuhi persyaratan sebagai suatu instrumen
  •   ;  Pelaksanaan  : bagaimana melaksanakan rencana yang telah dibuat tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan asesmen adalah pelaksanaannya harus sesuai dengan manual masing-masing instrumen. Manual suatu instrumen biasanya memuat: cara mengerjakan, waktu yang digunakan untuk mengerjakan asesmen, kunci  jawaban, cara analisis,   interpretasi.
  •      Analisis data : melakukan analisis terhadap data yang diperoleh  melalui instrumen yang digunakan untuk mengambil data. Analisis dilakukan dengan mengikuti petunjuk yang ada dalam manual masing-masing  instrumen.  Metode analisis data dalam asesmen konseling sangat tergantung data yang diperoleh. Misal data yang diperoleh berbentuk kualitatif atau data kuantitatif.
  •      Interpretasi data : interpretasi diartikan sebagai  upaya mengatur dan menilai fakta, menafsirkan pandangan, dan merumuskan kesimpulan yang mendukung. Penafsiran harus dirumuskan dengan hati-hati, jujur, dan terbuka .
  •      Tindak lanjut  : tindak lanjut adalah menindak lanjuti hasil  asesmen atau penggunaan hasil asesmen dalam konseling. Beberapa kegiatan tindak lanjut  diantaranya adalah apakah konseli perlu melakukan konseling yang memfokuskan pada aspek yang berbeda lainnya, apakah konseli perlu mendapatkan tritmen tertentu, atau bahkan bisa jadi konseli perlu mendapatkan rujukan (refferal) kepada pihak ketiga. Rujukan diperlukan jika guru pembimbing/ konselor tidak mempunyai kewenangan atau tidak mempunyai kemampuan untuk menangani masalah yang dihadapi konseli. Misalnya jika konseli sudah mengalami gangguan psikotik, maka klien perlu dirujuk ke psikiater; jika konseli mengalami gangguan dislesia maka perlu dirujuk ke terapis khusus yang menangani gangguan tersebut .
DAFTAR PUSTAKA
Badrujaman, Aip. 2011. Teori dan Aplikasi Evaluasi Program Bimbingan Konseling. Jakarta: Indeks
Camp Caunseling. Assessment dalam Bk. https://bkpemula.wordpress.com/2012/01/29/assesmen-dalam-bk/.  (diakses pada tanggal 1 oktober 2014).
Hood, Johnson. 1993. Assesment in Counseling : a guide to the Use Psychological Assesment Procedures. American Counseling Association.
LLubis, Namora Lumongga,  2011. Memahami Dasar-dasar Konseling. Jakarta: Kencana
Ratna Widiastuti. Asessmen Intrumen Untuk Melakukan Asesmen dalam Bimbingan dan Konseling. blog.unira.ac.id/ (diakses pada tanggal 1 oktober 2014)