Sebagai layanan yang profesional maka layanan
Bimbingan dan Konseling saat ini harus memperhatikan kebutuhan siswa. William
J. Kolarik (Nurihsan, 2006: 55) mengungkapkan bahwa kualitas mutu layanan
bimbingan akan mendapatkan pengakuan jika layanan Bimbingan dan Konseling mampu
memenuhi apa yang diharapkan oleh para konseli. Secara lebih rinci Goetsch&
Davis (Nurihsan, 2006: 55) mengungkapkan bahwa mutu layanan bimbingan dan
konseling merujuk pada proses dan produk layanan bimbingan dan konseling yang
mampu memenuhi harapan siswa, masyarakat, serta pemerintah.
Suatu
program bimbingan dan konseling yang baik biasanya mengikuti suatu pola
perencanaan tertentu, dan dapat melihat kondisi-kondisi yang akan dihadapi,
serta sanggup menghadapi perubahan-perubahan. Program disusun bersama oleh personil bimbingan dan
konseling dengan memperhatikan kebutuhan siswa, mendukung kebutuhan pendidik
untuk memfasilitasi pelayanan perkembangan siswa secara optimal dalam
pembelajaran dan mendukung pencapaian tujuan, misi dan visi sekolah. Program
yang telah disusun disampaikan pada semua pendidik di sekolah pada rapat dinas
agar terkembang jejaring layanan yang optimal.
Rochman Natawidjaya
(Ipah Saripah, 2006:66) mengemukakan bahwa Program Bimbingan dan Konseling yang
baik adalah yang efektif dan efisien dengan ciri-ciri sebagai berikut.
a) Program itu disusun dan dikembangkan berdasarkan
kebutuhan nyata dari para siswa
yang bersangkutan.
yang bersangkutan.
b) Kegiatan bimbingan disusun menurut skala prioritas yang
juga ditentukan berdasarkan
kebutuhan siswa dan kemampuan petugas.
kebutuhan siswa dan kemampuan petugas.
c) Program dikembangkan berangsur-angsur dengan melibatkan
semua tenaga pendidikan
dalam merencanakannya.
dalam merencanakannya.
d) Program memiliki tujuan yang ideal, tetapi realistis
dalam pelaksanaannya.
e) Program mencerminkan komunikasi yang berkesinambungan di
antara semua anggota dan
staf pelaksananya.
staf pelaksananya.
f) Menyediakan fasilitas yang diperlukan.
g) Penyusunan disesuaikan dengan program pendidikan di
lingkungan yang bersangkutan.
h) Memberikan kemungkinan pelayanan kepada semua siswa yang
bersangkutan.
i) Memperlihatkan peranan yang penting dalam menghubungkan
dan memadukan sekolah
dan masyarakat.
dan masyarakat.
j) Berlangsung sejalan dengan proses penilaian diri, baik
mengenai program itu sendiri
maupun kemajuan dari siswa yang dibimbing, serta mengenai kemajuan pengetahuan,
keterampilan dan sikap para petugas pelaksananya.
maupun kemajuan dari siswa yang dibimbing, serta mengenai kemajuan pengetahuan,
keterampilan dan sikap para petugas pelaksananya.
k) Program itu menjamin keseimbangan dan kesinambungan
pelayanan bimbingan dalam
hal : 1) pelayanan kelompok dan individual; 2) pelayanan yang diberikan oleh petugas
bimbingan; 3) penggunaan alat pengukur yang obyektif dan subyektif; 4) penela’ahan
tentang siswa dan pemberian bimbingan; 5) pelayanan diberikan dalam berbagai jenis
bimbingan; 6) pemberian bimbingan umum dan khusus; 7) pemberian bimbingan
tentang berbagai program sekolah ; 8) penggunaan sumber-sumber di dalam dan
di luar sekolah; 9) kesempatan untuk berpikir, merasakan, dan berbuat;
10) kebutuhan individu dan kebutuhan masyarakat.
hal : 1) pelayanan kelompok dan individual; 2) pelayanan yang diberikan oleh petugas
bimbingan; 3) penggunaan alat pengukur yang obyektif dan subyektif; 4) penela’ahan
tentang siswa dan pemberian bimbingan; 5) pelayanan diberikan dalam berbagai jenis
bimbingan; 6) pemberian bimbingan umum dan khusus; 7) pemberian bimbingan
tentang berbagai program sekolah ; 8) penggunaan sumber-sumber di dalam dan
di luar sekolah; 9) kesempatan untuk berpikir, merasakan, dan berbuat;
10) kebutuhan individu dan kebutuhan masyarakat.
Langkah-langkah Penyusunan Program Bimbingan dan Konseling
Fase dalam pengembangan
program bimbingan dan konseling disekolah, menurut Gysbers dan Henderson (Muro
& Kottman, 1995: 55-61) ada empat fase, yaitu: perencanaan (planning), perancangan (designing), penerapan (implementing), dan evaluasi (evaluating).
1. Perencanaan ( Planning )
Proses perencanaan Program Bimbingan dan Konseling
seharusnya dilakukan secara terbuka, dalam arti bukan hanya melibatkan personil
Bimbinganm dan Konseling saja, akan tetapi juga melibatkan orang-orang yang
memiliki peran penting dalam pengambilan kebijakan.
Gysbers & Henderson (Muro & Kottman, 1995:56)
mengemukakan langkah pertama yang harus dilakukan oleh konselor dalam
perencanaan program BK adalah membentuk komite yang representatif. Komite ini
selanjutnya disebut dengan komite bimbingan dan konseling. Tugas dari komite
ini adalah merancang (planning), mendisain
( designing ), mengimplementasikan ( implementing ), dan mengevaluasi (evaluation) program BK yang akan dilaksanakan. Komite ini terdiri dari orang
tua, guru, pakar bimbingan, dan tentunya konselor sebagai pengatur dan
konsultan komite.
Tugas selanjutnya
dari komite ini adalah menetapkan dasar penetapan program. Mendefinisikan
program secara operasional yang terdiri dari : (1) identifikasi target populasi
layanan (siswa, orang tua, guru), (2) isi pokok program (tujuan dan ruang
lingkup program), (3) organisasi program layanan (pengorganisasian layanan
bimbingan).
Ahmad Juntika
Nurihsan (2005:40) memberikan gambaran mengenai kegiatan yang dilakukan dalam
proses perencanaan, diantaranya : (1) analisis kebutuhan dan permasalahan
siswa; (2) penentuan tujuan program layanan bimbingan yang hendak dicapai; (3)
analisis situasi dan kondisi di sekolah, (4) penentuan jenis-jenis kegiatan
yang akan dilakukan; (5) penetapan metode dan teknik yang digunakan dalam
kegiatan; (6) penetapan personel-personel yang akan melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan; (7) persiapan fasilitas dan biaya
pelaksanaan kegiatan-kegiatan bimbingan yang direncanakan; (8) perkiraan
tentang hambatan-hambatan yang akan ditemui dan usaha apa yang akan dilakukan
dalam mengatasinya.
2. Perancangan (Desaigning)
Sebagai arahan dalam mendisasin program bimbingan dan
konseling komprehensif Gysbers & Handerson mengembangkan tujuh tahap untuk
mewujudkan disain program BK sebagai berikut :
·
memilih struktur dasar program;
·
merancang komptensi siswa;
·
menegaskan kembali dukungan kebijakan;
·
menetapkan parameter untuk alokasi sumber
daya;
·
menetapkan hasil yang akan dicapai oleh
siswa;
·
menetapkan aktivitas secara spesifik yang
sesuai dengan komponen program;
·
mendistribusikan pedoman pelaksanaan program;
3. Penerapan ( Implementing )
Setelah melalui proses perencanaan dan disain yang baik,
tahap berikutnya adalah tahap implementasi. Dalam menerapkan program, konselor
sebaiknya perlu memiliki kesiapan untuk melaksanakan setiap kegiatan yang telah
dirancang sebelumnya. sehingga terdapat
kesesuaian antara program yang telah dirancang dengan pelaksanaan di lapangan
dan program terlaksana dengan baik.
Proses implementasi sejumlah kegiatan dari keseluruhan
program harus didasarkan skala prioritas yang didapatkan dari hasil analisis
kebutuhan. Selain itu penerapan program bimbingan dan konseling yang telah
dirancang dengan baik, seyogianya diset dalam alokasi waktu satu tahun ajaran.
Muro & Kottman (1995:60) mengemukakan “ implementation
of a program works best when plans are developed for an entire school year. It
will be helpful if the overall plan is broken down into monthly and weekly
segments that direct the delivery of the guidance program as well as
specialized counseling service”.
4. Evaluasi.
Evaluasi menjadi umpan balik secara berkesinambungan bagi
semua tahap pelaksanaan program. Evaluasi ini bertujuan untuk memperoleh data
yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan, baik untuk perbaikan maupun
pengembangan program di masa yang akan datang.
Evaluasi juga dimaksudkan untuk menguji keberhasilan atau pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan.
Tolley & Rowland (Ipah Saripah, 2006:70)
mengemukakan bahwa evaluasi terhadap efektivitas program bimbingan dan
konseling dapat dilihat dari tiga indikator, yakni proses, hasil jangka
menengah, dan hasil akhir. Evaluasi
mempunyai fungsi untuk menentukan layak tidaknya suatu program. Evaluasi adalah
proses penilaian dengan jalan membandingkan antara tujuan yang diharapkan dengan kemajuan prestasi yang dicapai. Pada dasarnya evaluasi program merujuk pada
seluruh aspek perencanaan yang telah dilakukan. Alur proses evaluasi dapat
dilihat pada bagan 1.2 di bawah ini.
Bagan 2.1
Alur Evaluasi Program Bimbingan
dan Konseling
Evaluasi dan
tindak lanjut merupakan kegiatan yang dilaksanakan beriringan pada saat
inventarisasi kebutuhan dan pengembangan disain program (pra program),
implementasi program (proses program) dan sesudah implementasi program (hasil
program). Tujuannya adalah untuk menentukan keputusan terhadap kualitas pra
program, proses program dan hasil program sehingga dapat ditentukan langkah
tindak lanjut yang dibutuhkan untuk pengembangan program selanjutnya.
1)
Teknik
Evaluasi
Evaluasi
diselenggarakan menggunakan teknik non-tes.
2)
Bentuk
Evaluasi
a.
Angket
keterserapan program bimbingan dan konseling
b.
Format
catatan (anekdot) kegiatan bimbingan dan konseling
c.
Instrumen
pelengkap dalam setiap sesi bimbingan dan konseling sesuai materi
Implikasi Dalam Praktik
Bimbingan dan Konseling
Program bimbingan
dan konseling dalam praktiknya di sekolah merupakan guide line dan frame of work yang menjadi gambaran
praktik profesional layanan bimbingan dan konseling, oleh karena itu
pengembangan program bimbingan bukan lagi sebagai ritual administratif yang
sangat senjang antara program yang dikembangkan dengan pelaksanaannya.
Program bimbingan
harus dikembangkan sebagai bentuk pengakomodaasian kebutuhan siswa dan sebagai
sarana pencapaian tujuan pendidikan yaitu tercapainya perkembangan siswa yang
optimal yang bisa diukur dan dilihat dalam berbagai indikator yang jelas.